Batamraya.com – Pemilihan langsung adalah proses terbuka di mana kemenangan ditentukan oleh kuantitas suara, bukan kualitas pemilik suara. para kandidat berjuang mendulang suara sebanyak-banyaknya dengan menggaungkan visi dan misi melalui program-program seperti pendidikan, kesehatan, dan moralitas-normatif agama seperti penutupan lokalisasi, pemberantasan perjudian, dan sejenisnya.
Secara politik, pilkada adalah potret kualitas demokrasi suatu bangsa, baik sebagai sistem maupun tata nilai. Di atas semua itu, pilkada adalah perhelatan politik yang mencerminkan wajah bangsa. Pilkada sering kali menjadi ajang supremasi kelompok atas yang lainnya. Potensi politik identitas bernuansa SARA tentunya tidak dapat dipandang sebelah mata.
Dalam pertarungan politik, populisme adalah hal yang wajar. Masalahnya adalah jika populisme dilakukan dengan merendahkan dan menista kelompok lain. Populisme berpotensi menimbulkan masalah SARA ketika dikembangkan dengan model dan pendekatan komunalisme. Populisme melanggengkan dominasi mayoritas atas minoritas yang membuat kohesi sosial dan kebinekaan rapuh. masyarakat Indonesia masih hidup dalam komunalisme. Kuatnya ikatan in-group, identitas, dan kolektivitas kelompok menumbuhkan sikap tertutup, konservatif, dan intoleran terhadap kelompok lain (out-group) yang dipandang sebagai ancaman dan lawan.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana mewujudkan penyelenggaraan pilkada yang berkeadaban. Menihilkan dan memisahkan aspek SARA dalam pilkada tidaklah mudah, bahkan mungkin mustahil. Memilih adalah persoalan preferensi. Rasionalitas dan objektivitas seseorang dalam menentukan pilihan tetap akan dipengaruhi oleh subjektivitas emosional atas dasar keyakinan agama dan afinitas kelompok. Subjektivitas merupakan sikap manusiawi.
Yang paling mungkin diusahakan adalah meminimalkan atau menurunkan potensi politik SARA. Terkait dengan pilkada dapat dilakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih (voters education) agar masyarakat memilih secara rasional dengan nalar kritis. Partai politik, kekuatan masyarakat sipil, dan media massa perlu bekerja sama membantu masyarakat mengenal, menganalisis, dan menilai program kerja dan rekam jejak para kandidat.
Dalam konteks itu, Kepolisian RI telah membentuk Satgas Nusantara untuk mengantisipasi dan menindak pelanggaran hukum dalam bentuk kampanye-kampanye SARA selama pilkada. Penanganan hukum secara proporsional dan profesional atas pelanggaran-pelanggaran yang mengancam stabilitas nasional dan kebinekaan selama pilkada, selain akan memberi efek jera, juga merupakan bentuk mitigasi atas kampanye-kampanye SARA yang rentan terjadi pada pilpres mendatang.