Radikalisme, Ancaman Untuk Masa Depan Bangsa

oleh

Apa itu radikalisme?

Mendefinisikan radikalisme sebagai suatu konsep yang final sangatlah tidak mudah karena kosakata ini memiliki makna yang beragam dan tidak bisa dilepaskan dari konteks waktu yang membuat maknanya selalu mengalami pergeseran. Radikalisme berasal dari bahasa latin radical dan radix yang berarti akar atau memiliki akar, suatu konsep yang menginginkan perubahan signifikan. Dalam teori sosial radikalisme diasosiasikan dengan revolusi total untuk melawan status quo atau hegemoni rezim penguasa. Berpikir secara radikal, dalam kegiatan berfilsafat, sama artinya dengan berpikir secara kritis untuk membongkar ketidakberesan sosial dan dominasi yang bersifat merugikan. Hasanudin Abdurakman memaknainya sebagai cara beragama atau pandangan dalam beragama yang mengganggap umat lain sebagai musuh. Dalam konteks Indonesia, memang benar bahwa pelaku saksi teror beragama Islam, namun mengaitkan radikalisme sebagai fenomena ideologis yang khas Islam adalah kurang tepat karena Islam yang ditafsirkan oleh pelaku teror sangat bertentangan dengan ajaran Islam rahmatan lil alamin yang mengajarkan pesan perdamaian antar sesama umat manusia. Selain itu, radikalisme adalah fenomena global yang juga bisa ditemukan di kelompok sosial atau keagamaan manapun. Contohnya adalah pembantaian suku Rohingya oleh kelompok militer dan nasionalis Buddha di Myanmar dan aksi penembakan brutal terhadap umat Islam yang dilakukan oleh warga Australia, di Kota Christchurch, Selandia Baru. Artinya, radikalisme yang kerap berujung pada tindakan terorisme ini bisa terjadi dan dilakukan oleh kelompok sosial manapun di luar kelompok Islam.

Bagaimana radikalisme bisa terjadi?

Radikalisme di Indonesia memang sudah terekam sejak lama. Kelompok atau organisasi yang mempratikkan paham-paham radikal pun jumlahnya tidak sedikit dan terus bertambah. Sebut saja organisasi Daarul Islam (DI/TII) yang gencar menggeser konstitusi dan ideologi Pancasila untuk membangun negara Islam pada masa awal kemerdekaan Indonesia. As’ad Said Ali (2012) dalam Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi menyatakan bahwa berbagai organisasi/gerakan Islam non-mainstream berpaham radikal terus menjamur pasca runtuhnya rezim Orde Baru seperti kelompok Ikhwanul Muslimim, Hizbut Tahrir Indonesia, Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, dan masih banyak lagi. Tentu saja radikalisme tidak muncul begitu saja dari ruang hampa. Ahmad Najib Burhani mengatakan bahwa dari segi teologis radikalisme terjadi akibat dari penafsiran teks-teks agama secara literal tanpa melihat konteks historis dan sosiologis sehingga teks-teks tersebut sering kali diklaim untuk melegitimasi tindakan kekerasan. Gelombang radikalisme di berbagai negara Muslim juga bisa terjadi karena rasa solidaritas global atau ungkapan perasaan senasib yang menimpa umat Islam di berbagai negara seperti Palestina, Kashmir, Afghanistan, dan Iraq. Di sisi lain, Ayzumardi Azra mengatakan bahwa radikalisme bisa terjadi di berbagai belahan dunia manapun (termasuk di Indonesia) salah satunya sebagai respons dari otoritarianisme. Misalnya, di Era Orde Baru, wacana gerakan Islam sebagai common enemy terus dibangun untuk melanggengkan hegemoni militeristik. Fenomena ini juga muncul sebagai penolakan terhadap westernisasi dan modernisasi yang dianggap telah membuat sebagian besar negara-negara Timur kalah dalam kompetisi global sehingga radikalisme diambil sebagai jalan keluar untuk lepas dari jeratan hegemoni Barat. Selain itu, publikasi media pers Barat yang kerap melakukan framing negatif terhadap umat Islam di dunia, khususnya pascatragedi pengeboman WTC 9/11 juga berperan dalam membangkitkan radikalisme di negara-negara Timur.

Perempuan dan kaum muda target ideal kelompok radikal

Fakta miris dari sejumlah tindakan terorisme di Indonesia adalah keterlibatan perempuan dan kelompok muda serta anak-anak dalam aksi bom bunuh diri seperti dalam tragedi Bom Surabaya 2018 lalu yang melibatkan satu keluarga (suami-istri dan empat anak). Prof Musda Mulia dalam artikelnya Perempuan dalam Gerakan Terorisme menjelaskan bahwa tindakan terorisme di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam hal pelakunya. Aksi teror bom bunuh diri banyak melibatkan perempuan dalam beberapa tahun terakhir. Alasan pelibatan perempuan dalam gerakan terorisme sangatlah beragam. Hal ini dikarenakan mereka bisa melakukan banyak peran antara lain sebagai educator (pendidik) keluarga untuk perpanjangan ideologi, agen perubahan, pendakwah, pengumpul dana, penyedia logistik, hingga pelaku bom bunuh diri. Tidak hanya itu, kelompok muda (pelajar/mahasiswa) juga kerap menjadi sasaran perekrutan kelompok radikal. Usia muda yang identik dengan pancarian jati diri dan ketidakstabilan emosi kerap dimanfaatkan untuk menginfiltrasi ideologi radikal kepada kaum muda. Selain itu, kelompok muda yang berada dalam garis kemiskinan juga merupakan salah satu alasan utama mereka bergabung dengan organisasi radikal sehingga jihad diambil sebagai jalan pintas untuk mengakhiri penderitaan.

 Melawan radikalisme

Radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme terbukti telah menghancurkan banyak negara. Jika hal ini tidak dicegah sejak awal, Indonesia akan tercerai-berai. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama untuk melawan dan mencegah tumbuhnya paham-paham radikal. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melawan radikalisme dan terorisme: 1. Pemerintah melalui Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pemantauan secara ketat terhadap dunia pendidikan termasuk pihak-pihak sekolah yang berpontensi menyebarkan paham yang bertentangan dengan ideologi negara. 2. Karena radikalisme beroperasi dalam tataran ideologis, penguatan ideologi Pancasila dan pengetahuan sejarah Indonesia yang multikultural harus gencar disuarakan di masyarakat, khususnya kepada generasi muda. 3. Penghapusan stigma dan perangkulan kepada mereka yang telah terpapar ideologi radikal untuk kembali kepada masyarakat dan setia kepada ideologi negara, hal ini penting untuk bersama-sama melawan radikalisme supaya tidak ada lagi korban. 4. Pemuka agama dari dua organisasi Islam besar Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah harus gencar menyuarakan ajaran Islam rahmatan lil alamin yang membawa pesan perdamaian di masyarakat, terutama di lingkungan sekolah. 5. Pemerintah terus melakukan penerapan hukum secara tegas terhadap pelaku teror dan organisasi yang bertentangan dengan ideologi negara.

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2021/04/03/18070321/radikalisme-bom-waktu-yang-mengancam-masa-depan-bangsa?page=all.

Editor : Heru Margianto

No More Posts Available.

No more pages to load.