Batamraya.com – Demokrasi memang kohesif dengan persoalan toleransi. Itu mesti, tapi juga ada batas kewajaran sampai pada titik mana kita akan bertoleransi.Kalau sikap toleran dinilai sebagai suatu yang baik, hal demikian memang benar dalam konteks-konteks tertentu. Masalahnya, sampai mana dan dalam batasan apa kita bisa mentolerir sesuatu?
Pertanyaan itu barangkali tidak bisa dijawab kalau hanya berdasarkan pendapat personal dan parsial. Salah satu contoh, apakah kita bisa mentolerir PKI dan membiarkan ideologi mereka berkembang di negeri ini? Sedangkan kalau dilihat dari perspektif demokrasi, barangkali mereka –atau siapapun– bisa saja menuntut kebebasan berpendapat, berideologi lantaran kita menapaki jalan demokrasi.
Contoh lain, kalau misalnya muncul suatu agama baru di negeri ini, lalu bagaimana kita menyikapinya? Apakah kita langsung main pentung, dimana kalau kita lakukan itu maka sama saja kita bersikap hipokrit karena tidak sesuai dengan sikap demokratis kita?
Dua Asas Prinsipiil Bangsa
Negara kita sebenarnya sudah menetapkan batas-batas yang rasional. Pancasila memang harus kembali dipahami substansi dan esensinya, sehingga tidak hanya dijadikan sebagai panjangan di atas papan tulis pada ruangan kelas. Di sisi lain, aspek keagamaan pun juga mesti didalami oleh semua masyarakat. Pada hakikatnya kedua hal tadi adalah sesuatu yang paralel dimana dia berjalan beriringan, memiliki visi yang sama, dan bisa menjadi parameter bagi bangsa ini.
Dan ketika kita sudah intens memahami aspek-aspek kebangsaan dan keagamaan tadi, secara tidak langsung kita juga akan mengetahui mana-mana saja ideologi-ideologi atau paham-paham atau agama-agama baru yang tidak sesuai, tidak akseptabel, dan mengganggu stabilitas kebangsaan kita. Artinya, ketika itu sudah kita dalami, maka kita sudah punya penilaian yang obyektif –atau bisa dikatakan semacam konsensus– sehingga kemudian bisa menilai pantas atau tidaknya paham-paham semacam itu muncul di tengah-tengah kita.
Dan ketika bangsa ini sudah sedemikian kokoh, maka tak ada yang harus dikhawatirkan lantaran kita sudah bisa mengajak dialog mereka secara rasional, argumentatif, supaya tidak main asal pentung yang itu justru merusak prinsip kita sendiri. Kalau ada agama baru yang muncul, sebenarnya permasalahan ini tak perlu diambil pusing, lantaran kita semua sudah sepakat bahwa tidak akan ada lagi agama-agama baru di muka bumi ini. Persoalan kita yang belakangan ini terjadi memang persoalan ideologis yang menuntut keutuhan dan kekompakan bangsa. Artinya, kita mesti tahu ideologi macam apa yang berkembang secara laten. Kita juga harus pelajari itu dengan tetap berlandaskan pada asas-asas ajaran agama dan Pancasila. Karena kalau kita tidak tahu asas-asas agama dan Pancasila, bagaimana kita bisa tahu apakah ideologi komunisme dan lain-lainnya itu baik dan pantas bagi kita?
Makanya, ketika paham-paham yang hendak menggoncang bangsa ini muncul sehingga mengakibatkan makin bertambah banyak orang yang bersimpati kepadanya, saya yakin hal itu lantaran faktor kurangnya pemahaman dua hal tersebut (agama dan Pancasila). Apa yang bisa kita lakukan saat ini? Tak ada cara lain, yaitu dengan terus mempelajari dua asas penting tadi sehingga itu menjadi prinsip yang kokoh bagi diri sendiri dan bangsa ini. Dan hal itu harus sesegera mungkin dilakukan supaya kita tidak menyesal karena keterlambatan kita.