TANJUNGPINANG, BATAMRAYA.COM – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Tuntas Korupsi (Getuk) Kepulauan Riau mendukung penuh Polda Kepri untuk melakukan penyelidikan terkait aktivitas pertambangan PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) di Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga.
Hal tersebut disampaikan Ketua LSM Getuk, Jusri Sabri di Tanjungpinang. “Kita mendukung Polda Kepri untuk melakukan penyelidikan terkait usaha pertambangan yang dilakukan oleh PT TBJ di Lingga,” katanya, Kamis (04/06/20).
LSM Getuk sendiri, kata Jusri, yang menilai pertambangan bauksit tersebut sarat pelanggaran hukum, sudah mempersiapkan laporan ke Kapolri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kita sedang merampungkan laporannya untuk diserahkan ke Kapolri dan KPK. Selain dugaan permasalahan perizinan yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, kita juga menyoroti dugaan penyerobotan lahan kawasan hutan dan kawasan zona pertanian sebagaimana tertuang dalam Perda RTRW Propinsi Kepri nomor 1 tahun 2017,” ungkap Jusri.
Jusri menerangkan, Perda nomor 1 tahun 2017 tentang RTRW Provinsi Kepulauan Riau, pasal 92 ayat 4 menyebutkan bahwa Desa Bukit Langkap, lokasi tambang bauksit PT TBJ, bukan merupakan kawasan pertambangan, melainkan zona pertanian kawasan strategis.
“Artinya, PT Telaga Bintan Jaya diduga kuat telah melakukan penambangan bauksit secara illegal karena melakukan penambangan di zona pertanian,” terang Jusri Sabri.
Berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Jusri menambahkan, PT TBJ juga dapat dikenakan sanksi pidana. Dalam UU tersebut, dinyatakan, bagi yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta.
“Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar. Jika mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar,” tambahnya.
Selain itu juga, dari data dan keterangan yang didapat dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan peta situasi wilayah yang diterbitkan tahun 2015 terlihat wilayah Bukit Langkap yang diduga dimana kegiatan pertambangan illegal PT. Telaga Bintan Jaya sedang berjalan ada indikasi bahwa wilayah itu termasuk wilayah hijau.
Artinya, wilayah tersebut adalah wilayah Hutan Produksi Terbatas (HPT). Berdasarkan pasal 38 ayat (3) UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan.
“Kami tidak tahu apakah PT TBJ telah mengantongi izin pinjam pakai tersebut. Jika tidak, jelas telah melakukan pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH, akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar, sebagaimana diatur dalam pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan. Selain itu juga dapat dikenakan sanksi administratif,” ungkap Jusri Yunus.
“Kami dari LSM Getuk Kepri berharap Polda Kepri juga mendalami kegiatan pertambangan PT TBJ tersebut dari sisi dampak lingkungan dan perizinan kawasan hutan maupun RTRW yang sudah ditetapkan,” tambahnya.
Sumber: Batamtoday