Bangun Etika Politik Dalam Berdemokrasi

oleh

 

Batamraya.com – Merajalelanya peredaran narkoba, radikalisme dan terorisme, juga menguatnya neolib adalah fase-fase proxy waryang tengah kita hadapi. Kepentingan pragmatisme kekuasaan akan dengan mudah dimanfaatkan dalam pertarungan politik dalam negeri.

Seakan kita tidak sadar bahwa Indonesia sedang dalam proses perang besar yang sangat menentukan kokoh dan tidak bangunan Indonesia sebagai nationstate ke depan. Dan, itu sangat ditentukan oleh dua tahun momentum politik 2018-2019.

Pertarungan politik yang tidak dilandasi bangunan etika politik yang kuat akan dengan mudah dimanfaatkan kepentingan radikalisme dan politik identitas yang justru berpotensi menghancurkan bangunan induk kita sebagai sebuah nation state.

Demokrasi yang menjadi cita-cita juga adalah bagian dari pergeseran kekuatan global di mana fenomena radikalisme dan sentimen identitas menguat di seantero dunia saat ini. Sesuatu yang juga patut kita waspadai pada momentum politik 2018-2019 ini.

Kennichi Ohmae dalam The End of Nation State (2010) bahkan menggambarkan dengan jelas akan berakhirnya negara bangsa karena deru globalisasi yang semakin deras dengan terjadinya arus investasi, informasi, industrialisasi, dan individu yang meningkat mobilitasnya melampaui batas-batas negara bangsa. Batas-batas teritorial negara hanyalah menjadi hal administratif belaka, bukan lagi penghalang dalam globalisasi dewasa ini.

Pada 2019 akan berlangsung pemilu legislatif dan pemilu presiden (pileg dan pilpres) secara serentak.Momentum pesta demokrasi ini tentu membutuhkan kesiapan, baik manusia maupun infrastruktur lain sebagai supporting system. Semua itu dilakukan demi sebuah alasan tunggal, yakni tercapai Indonesia sebagai sebuah negeri demokratis. Sebuah cita-cita yang digeluti sejak awal republik ini didirikan 73 tahun silam oleh para the founding fathers.

No More Posts Available.

No more pages to load.