Peran Polri Menindak Pemberi Informasi Hoax Dalam menghadapi Pesta Demokrasi

oleh

 

Batamraya.com – Ditahun 2018 negara kesatuan republik Indonesia telah banyak di rundung masalah yang pelik dalam media sosial.

Kabar berita yang di dengar masyarakat seakan-akan sudah benar, tetapi jika di lihat secara detail hal tersebut hanya merupakan sebuah berita yang tidak dapat di pertanggungjawabkan karena kabar tersebut hanya berupa argument beberapa pihak maupun sebuah opini suatu golongan yang tidak memperhatikan baik buruk akibat yang ditimbulkan oleh kabar berita yang disampaikan.

Berita-berita semacam ini biasanya disampaikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab tersebut melalui media yang berbasis internet, tidak tertututp kemungkinan media masa lainya seperti surat kabar, radio, maupun televisi juga memberikan sajian berita yang mengandung unsur provokatif maupun keberpihakan kepada suatu golongan tertentu.

Dunia internet pada saat sekarang ini tidak dipakai hampir seluruh kalangan masyarakat Indonesia, baik itu remaja ataupun dewasa, yang di desa maupun yang di kota, internet dengan perkembangan teknologi yang sudah sangat pesat telah dapat dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat kelas bawah maupun kelas atas. Media internet sudah menjadi sebuah kebutuhan yang harus di penuhi dalam kehidupan yang serba praktis dan canggih pada saaat sekarang ini.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) seharusnya masyarakat sudah mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan dengan internet maupun hal-hal yang dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hokum yang dapat di jatuhi pidana. Dengan banyaknya berita palsu (HOAX) yang di sebarkan dalam media sosial yang menimpa masyarakat yang sebagian besar adalah golongan generasi muda penerus bangsa.

Mudahnya masyarakat dipengaruhi oleh sebuah berita yang belum diketahui kepastiannya secara mendetail disebabkan oleh kurang berjalannya sebuah aturan tentang informasi elektronik ini di kalangan masyarakat. Padahal UU ini telah mengatur semua tentang lalu lintas informaasi yang memlalui media elektronik yang menggunakna basis internet.

Melihat kejadian demikian, tentu akan menjadi berat perjalanan politik Indonesia untuk kedepannya. Ditambah dengan pada tahun 2018 dan 2019 merupakan pesta politik di negara Indonesia. Di tahun 2018 saja merupakan konstestasi kepala daerah yang dilakukan serentak di berbagai daerah, dan di tahun 2019 menjadi pesta demokrasi terbesar di Indonesia yang menggabungkan pemilihan legislatif dan eksekutif untuk pertama kalinya.

Dengan keadaan demikian, tentu kemungkinan akan adanya black campaign masih terbuka lebar. Kampanye-kampanye yang manipulatif tidak bisa di elakkan lagi dengan arus media sosial pada saat ini. Tapi di balik itu semua perlunya kita untuk membenahi ini agar persimpangan informasi tidak makin melebar.

Dalam menghadapi tahun politik di tahun 2018 dan 2019, Polri membuat strategi menghadapi situasi ini dalam penegakkan hukum dan penciptaan sistim kamtibmas, sebagaimana peran Polri pada tahapan Pemilu dan Pilkada untuk menjaring kontestan yang disinyalir sebagai pemberi informasi hoax. Dan juga menindak dengan tegas pemberi informasi hoax dari situasi saat ini.

Dengan demikian, akan membuat langkah-langkah dan strategi konstestan untuk melakukan black campaign akan di persempit. Disisi lainnya, dampak efek jera juga di kejar dalam penindakan. Tentunya, kejadian yang dilakukan dengan penindakan tegas akan memberikan trauma kepada masyarakat yang lainnya untuk tidak melakukan tindakan tersebut selanjutnya. Ini berhubungan juga dengan tujuan dari hukum pidana sebenarnya yang mengkedepankan efek jera.

No More Posts Available.

No more pages to load.