Mengawasi Potensi Kerawanan Pilkada

oleh

suara-3-5a6c6aa05e13737c08485893

Batamraya.com –  Disadari ruang politik menjadi ruang sangat strategis dalam mendorong perubahan signifikan sebuah bangsa di semua sendi kehidupan.Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah momentum ini mampu melahirkan kepala daerah dengan kepemimpinan politik berkualitas? Apakah pilkada mendatang akan melahirkan gubernur, bupati, dan wali kota yang benar-benar memiliki visi perubahan, antikorupsi, dan benar-benar bekerja untuk rakyat?

Tidak lama lagi Indonesia akan menorehkan sejarah kepemiluan dengan menyelenggarakan Pilkada Serentak 2018 yang diikuti 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten pada tanggal 27 Juni 2018.berharap pilkada tahun ini menjadi momentum lahirnya para pemimpin berkualitas dan memiliki integritas dalam membangun daerah.

Banyak hal harus diperhatikan, terutama pada masa kampanye pilkada dalam mengawasi potensi kerawanan pelanggaran, yaitu masa kampanye yang panjang, tahapan kampanye di bulan Ramadan serta Idul Fitri. Di sini, ada potensi substansi kampanye di-tumpangi, seperti acara buka puasa, bantuan, atau sedekah. Lalu, mahar politik, kampanye hitam, politik uang terstruktur, sistema-tis, dan masif, serta mutasi  pejabat oleh petahana. Asas pemilu tentang ketertiban kampanye, misalnya, sering diabaikan oleh parpol dan calon. Sejatinya, parpol dan calon tidak diperbolehkan memasang spanduk dan baliho yang bisa mengganggu kenyamanan publik.

Hal lain yang juga mesti menjadi perhatian adalah menguatnya perilaku politik uang. Perilaku seperti ini hanya menjadikan pemilu sebagai sarana melahirkan para pemimpin korup dan tak bertanggung jawab terhadap persoalan bangsa serta merusak kualitas demokrasi.
Pada titik inilah partisipasi masyarakat untuk ikut serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu mendatang karena ikut menentukan pemilu berkualitas.

Di tengah minimnya kualitas politik masyarakat, parpol, dan politikus, dibutuhkan upaya-upaya serius penyelenggara pemilu dan masyarakat sipil untuk bersama memperbaikinya agar pilkada bisa melahirkan para pemimpin daerah berkualitas, berintegritas, bermoral, dan bertanggung jawab untuk daerahnya serta Indonesia yang bermartabat.

Pemimpin daerah yang berkualitas tentunya memiliki visi perubahan, antikorupsi, dan bekerja untuk rakyat, sangat ditentukan oleh pilkada berkualitas. Pada titik ini penye-lenggara pemilu dan tingkat partisipasi di seluruh lapisan masyarakat agar melakukan pengawasan terhadap proses pilkada yang akan menentukan terciptanya kualitas pemilu yang baik.

Ujung tombak pengawasan pemilu adalah Bawaslu RI, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten, panwas kecamatan, pa-nitia pengawas lapangan, dan pengawas tempat pemungutan suara. Lembaga ini dibentuk berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 7  Tahun 2017 yang kini mengalami pergeseran orientasi mendasar pada dua hal: pertama,  derajat independensi, tampak dari sumber rekrutmen keanggotaan pengawas pemilu berasal dari kelompok masyarakat indepen-den nonpartai.

Pada prinsip pengawasan partisipatif yang digaungkan pengawas pemilu adalah masyarakat tidak hanya berperan pada peningkatan persentase kehadiran saat pencoblosan saja, tetapi lebih mengarah pada pengawalan proses pemilihan sejak awal. Pengawas pemilu berupaya membangun sinergi dengan para stakeholder  (tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, ormas, mahasiswa, dan pemilih pemula), ter-masuk mendorong kesadaran masyarakat untuk bersama mengawasi segenap proses yang ada, minimal menjadi informan awal bagi pengawas pemilu.

No More Posts Available.

No more pages to load.